Karena pada waktu kita melekat, diatas rel waktu pula cerita bergulir, jadilah kita pilah mana2 yang pokok buat diingat.
Perjalanan semenjak dari lulus kuliah di Jogja sangat tidak menentu arahnya, namun anehnya tidak ada keluhan apa2 yang kuucapkan. semuanya kuanggap perihal2 teknis belaka. Semua ini dalam persepsiku merupakan proses belajar lewat momen demi momen. Tak ada yang absolut aku takutkan tentang apa yang akan ada di depan.
Awalnya aktivisme kujalani sebagai sarana memperoleh pertemanan dan perluasan horizon pemikiran. Demikian intensnya terlibat dalam narasi2 arus utama pergerakan pada saat itu. Sangat menarik bagi pemuda seusia itu, saat masih dalam persemaian jati diri. Seolah dunia ini adalah bentang lebar cakrawala yang dimana semua idealisme akan kita operasikan.
Namun proses jugalah yang pada gilirannya akan meatangkan diri, menggiring kearah kemapanan. Usia lah yang akan membuat segalanya menjadi dalam. Anak muda suka keluasan yang tak memerlukan kedalaman. Kebalikannya orang berumur cenderung menghuni ruang konservatisme dengan dalih bermacam2 namun sejatinya adalah soal keamanan. Keamanan dan bagaimana membuat kepastian itulah yang pokok. Sehingga pergerakan dinamis, ruh pemberontakan dan keingintahuan menjadi terpinggirkan.
Sekarang adalam posisiku sebagai seorang kuli proletariat di ibu kota, ruang2 refleksi kebatinnan yang dulu di Jogja sangat melimpah luasannya menjadi susut. Semua hal harian berkutat pada soal2 teknis operasional belaka. Walaupun diantara itu semua masih tersisipkan suatu mimpi2 yang kuat, suatu naluri pertahanan dan pelestarian mimpi2 masa kecil.
Sekarang aku disini, di persimpangan jalan besar yang tak perlu kubawa tetek bengek nasib2an, sekarang adalah masa pergulatan dan kerja keras. Biji2an harus memecahkan diri dari dalam lewat kegelisahan dan pertanyaan, hanya setetelah cangkang hancur, tunas dimulai. Sebuah gerak perdana.
Hendak kemana dan bergerak dengan perlengkapan apa kurasa semua sudah memadai, kecuali jika provokasi kekhawatiran khas urusan perut mulai bergema, dari mana aku menumpasnya? Tiada yang lebih pantas selain perjuangan keyakinan, keyakinan ada untuk diadu dengn kenyataan, bukan menghakimi kenyataan. Karena kenyataan adalah hukum yang lebih besar dari keyakinan. Justru keyakinan akan semakin kokoh manakala sudah teruji dengan benturan2 kenyataan.
Dunia tulis menulis adalah kesukaanku dan mungkin sisi bakatku yang secara tidak langsung. Mengapa kutambah embel2 secara tidak langsung? Karena perolehanku yang pertama adalah berbicara, berbicara dan berbicara terus. Nafasku adalah pembicaraan, dan ketika pembicaraan menurun disitulah kadar energiku melemah. Dalam kerangka inilah aku ingin suatu jalan yang lebih terarah, agar menjadi bentuk dan mewujud. Manifestasi ini penting dan lebih bermanfaat dari pada sebuah kata benda "talenta terpendam", kelihatannya kok ghaib sekali.
Aku tidak mau demikian, aku harus segera melangkah ke dalam pusat decission, tanpa keraguan.
Aku akan mulai lagi (setelah abasen) menulis dan berkata2, aku akan berkata2 dan menulis. Biarlah dengan demikian ide2 datang menemukan aku. Ide2 datang ketika sering2 kita bicarakan dia, tidak usah diburu. Ide2 dan eksistensi kita adalah persekutuan magnetis seperti alam mimpi dan tidur. Gerbang yang satu membukakan gerbang lainnya.
Pantarhei..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar